Skip to main content

Menyimpan Kenangan




To keep or not to keep; that is the question.

Selamat hari senin!

Hari minggu kemarin, saya beres-beres kamar dan menemukan sekumpulan kertas-kertas kecil bertulisan. Kebanyakan berupa struk belanjaan dan nota tempat makan yang kebetulan pernah mengisi dompet saya. Ada juga tiket tempat wisata. Tidak heran kalau dompet saya tebal. Dompet saya penuh kenangan~

Anyway, waktu beres-beres, saya sempat membaca kertas-kertas tersebut dan berusaha mengingat kenangan-kenangan yang terlampir di dalamnya. Saya kok eman-eman (sayang) buat ngebuang kertas-kertas itu, ya? yasudah, jadi saya simpan sahaja. Semuanya?? Tentu tidak. Sebagian saja, yang masih saya ingat peristiwanya. Kertas-kertas tersebut jadi semacam artefak buat hidup saya. Sayang, tidak semua kertas-kertas tersebut dapat terbaca dengan baik. Seperti membicarakan kenangan yang butuh pemicu ketika segalanya terlanjur lalu. Pemicu tersebut harus cukup kuat agar yang lalu bisa kembali diingat.

Jadi, suatu saat nanti, artefak-artefak hidup saya tersebut pasti akan musnah. Namun saya tidak ingin kenangan-kenangan di dalamnya ikut-ikutan musnah. Saya ada niatan untuk mengabadikan artefak-artefak tersebut dalam bentuk tulisan. Itung-itung biar blog saya ini enggak makin suwung. Ingatkan saya, biar nggak cuman sekadar jadi wacana, ya~

Adios~~


Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2