Skip to main content

Kopi Sobek




"Mbaknya suka kopi, ya?" seorang barista gondrong menyadarkan lamunan Alerta sembari meletakkan cangkir mungil di mejanya.

"Iya, mas. Makanya ke kofisyop. Hehe..." jawab Alerta sekenanya. Kofisyop langganan Alerta tengah sepi siang ini.

"Selalu pesan espresso, mbak?"

"Ah... enggak juga. Kadang-kadang single origin."

"Nggak pake gula?"

"Enggak, mas. Lumayan kan, hemat koffisyopnya," ujar Alerta sembari menenggak secangkir espresso di hadapannya hingga tandas.


"Kalau lagi di rumah, suka minum kopi juga?"

"Kadang-kadang, mas. Bapak saya nggak suka kalau anaknya keseringan ngopi. Nggak sehat, katanya."

"Minum kopi sobek, berarti?"

"Jelas enggak, mas. Saya nggak minum yang begituan... Hehe.." Alerta meringis, memamerkan sederet gigi yang akrab terpapar nikotin dan kafein.

"Wahh... Kok sangar? Nggak pakai gula, nggak minum kopi instan," si barista gondrong manggut-manggut.

"Lho, siapa bilang saya nggak minum kopi instan?"

"Lha, tadi katanya nggak minum kopi sobek?"

"Iya, mas. Soalnya kemasannya digunting, jadi bukan kopi sobek namanya..."

Si barista sesaat diam.

"Habis... Mbak-mbak yang jualan minuman di dekat kampus saya nggak jualan single origin... Tapi, jangan khawatir, mas. Mbaknya juga selalu sedia gunting, kok," imbuh Alerta.

"Oh...Ya sudah, mbak. Saya lanjut kerja lagi," pamit si barista sembari tersenyum canggung.

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2