Skip to main content

Lelah Memilih



"La, kamu diet? Kok lama nggak beredar di linimasa?" tanya Alerta menyambut Ela yang baru saja menuju ke meja sebuah kofisyop. Cangkir mungil di tangan kiri Alerta meyisakan noda-noda bekas espresso yang sudah ditenggak lima menit lalu.

"Bukannya udah lama? Aku kurusan banget, apa? Kita jarang ketemu, sih..." cerocos Ela.

"Maksudku.. kamu nggak pernah update lagi di medsos? Diet medsos, gitu?"

"Ehehehe... Iya, Ta. Lagipula, kalau ada perlu, tinggal personal chat bisa, kan?"

"Bukannya kamu dulu sering banget online? Main game online juga, bahkan. Kenapa sekarang sudah jarang? Padahal, dulu kamu bisa dapat tambahan uang jajan dari main game?"

"Hmm... Simple sih, sebetulnya. Aku rasa, dunia offlineku sekarang jauh lebih menarik. Lagipula, bukankan postingan-postingan di media sosial cuma segelintir dari realitas? Selected reality, kalau aku bilang. Aku lelah memilih."

"Memilih apa? Postingan? Tinggal pilah-pilih moment-moment bahagia aja, kan?"

"Justru ketika sibuk memposting, kadangkala kita justru luma menghidupi moment yang tengah kita alami. Living the moment."

"Kamu nggak kena FOMO? Fear Of Missing Out? Aktif di media sosial kan bisa jadi bahan obrolan?"

"Nope... Justru obrolan kita jadi lebih eksklusif tanpa medsos. Nggak sibuk masing-masing. Nggak cuman basa-basi busuk.."



Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2