Skip to main content

Racauan Pahlawan Super : Menghidupkan Rasa Lupa




Menjadi seseorang yang bermanfaat bagi banyak orang bisa jadi merupakan sebuah pencapaian. Siapa sih yang tidak mau menjalani hidup yang meaningful? Meski banyak yang bilang bahwa hidup itu hanya sementara, mung mampir ngombe (sekadar mampir minum), kalau kata orang Jawa, bukan berarti harus diisi dengan yang senang-senang saja, bukan? Lagipula, bukankah pada hakikatnya manusia hidup untuk saling membutuhkan?
Sebelum meracau lebih jauh, akan lebih afdol rasanya apabila aku memperkenalkan diri. Jangan harap aku akan memberi tahukan namaku karena itu adalah rahasia besar. Terlalu riskan kalau namaku disebut-sebut secara sembarangan. Lagipula, bukankah ungkapan mengenal tak terbatas pada mengetahui nama saja? Bagiku, mengenal adalah kompilasi antara mengetahui nama, karakter, serta asumsi maupun fakta-fakta lain yang terlampir pada sosok tertentu. Jadi, sebut saja aku sebagai Pahlawan Super.
Sebetulnya pada mulanya aku juga manusia. Manusia super, lebih tepatnya. Tadinya, menjadi manusia super aku anggap sebagai keistimewaan dari semesta. Akantetapi, segalanya berubah semenjak Mario Teguh menyerang. Berbagai macam hal dengan mudahnya dikatakan sebagai sesuatu hal yang super. Sungguh, super sekali. Aku jadi merasa tidak super-super amat. Untunglah, belakangan ungkapan ‘super sekali’ yang konon merupakan kata-kata motivasi tak pernah lagi kudengar terlontar dari mulut si lelaki botak. Aku jadi kembali merasa punya nilai lebih, kemudian memutuskan untuk ikut-ikutan jadi pahlawan super. Iya, aku bukanlah manusia pertama yang memilih menjadi pahlawan super, meski yang namanya pahlawan juga tak melulu adalah manusia. Maksudku, bukankah menjadi pahlawan adalah sebentuk pilihan? Teman-temanku yang punya kekuatan super toh tidak seluruhnya sudi menjadi pahlawan. Malah ada yang memanfaatkan kekuatan supernya untuk memperkaya diri.
Sebagai pahlawan super, aku tak hanya punya satu macam kelebihan yang tak dimiliki oleh kebanyakan orang. Ada banyak macam, meski tak semua akan aku ungkap di sini. Terlalu berisiko apabila musuh-musuhku tahu secara rinci mengenai mukjizat-mukjizat apa saja yang bisa aku lakukan. Yang jelas, aku bisa terbang dan punya daya tahan tubuh kuat. Selain itu, salah satu kekuatan super kebanggaanku adalah menghidupkan rasa lupa. Konyol memang apabila aku membanggakan kemampuan semacam ini. Tapi, justru kemampuan macam inilah yang dibutuhkan oleh umat manusia. Bukankah melupakan adalah hal yang tidak mudah? Aku akui, tidak semua peristiwa yang kita alami harus dilupakan. Beberapa memang layak untuk disimpan dalam rupa kenangan. Tapi, bukankah melupakan adalah salah satu tahapan untuk berdamai dengan diri sendiri? Maksudku, kenangan sudah selayaknya diseleksi. Dengan kata lain, rasa lupa harus tetap punya ruang untuk hidup. Paling tidak, supaya umat manusia tidak melulu meghidupi dendam. 


Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2